Jumat, 03 Juni 2016

MANDI JANABAH



Mandi janabah adalah membasuh seluruh badan, dari atas sampai bawah dengan air yang mensucikan. Mandi disyariatkan berdasarkan firman Allah SWT :
و إن كنتم جنبا فاطهروا (6)
Dan jika kalian mengalami junub, maka bersucilah (dengan mandi).” (Al- Maa’idah : 6)
·         Perkara Yang Mewajibkan Mandi
1.      Keluarnya sperma dengan syahwat/ keluar mani dari jalannya baik bagi pria maupun wanita, baik dalam keadaan tidur maupun terjaga. Jika keluar pada saat terjaga, maka dipersyaratkan dengan adanya rasa nikmat ketika proses keluarnya. Jika keluar tanpa adanya rasa nikmat, maka tidak menjadi penyebab wajibnya mandi. Seperti keluarnya mani karena penyakit penyakit atau karena tidak ada daya tahan tubuh.
Jika keluar mani dikala sedang tidur, yang sering dinamakan dengan ihtilam (mimpi basah), maka mutlak wajib baginya untuk mandi. Hal ini sering tidak diketahui karena tidak adanya rasa nikmat. Maka, jika seseorang ketika bangun tidur menemukan bekas mani, wajib baginya untuk mandi. Jika seseorang mimpi basah, tetapi tidak keluar mani dan tidak menemukan bekasnya, maka tidak wajib baginya untuk mandi.
2.      Diantara perkara yang menjadi penyebab wajibnya mandi adlah memasukan zakar (kemaluan laki-laki) ke dalam farj (kemaluan wanita) sekalipun tidak sampai orgasme (keluar mani). Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Muslim dan lainnya dari Nabi SAW, beliau bersabda :
“Jika (suami) telah duduk diantara empat anggota tubuh (istrinnya), kemudian dua kemaluan saling bersentuhan, maka telah wajib mandi.” (HR Muslim.
3.      Kematian. Jika seorang muslim meninggal dunia, maka dia harus dimandikan berdasarkan ijma para ulama. Kecuali yang syahid dimedan  peperangan karena seorang yang syahid tidak dimandikan.
4.      Masuk islamnya seorang kafir. Jika ada orang kafir masuk islam,maka dia harus mandi
Berdasarkan hadits Abu Hurairah bahwa tsumamah alhanafi ditawan oleh kaum muslimin. Rasulullah dating kepadanya dan berkata, “Apa yang terjadi denganmu wahai tsumamah?” Dia menjawab : “Jika kamu membunuhku, maka kamu membunuh orang yang memiliiki darah. Jika kamu memberi kebaikan kamu telah memberi kebaikan kepada orang yang berterimakasih, dan jika kamu menginginkan harta, maka kami akan memberimu apa yang  kamu inginkan.” Adalah para shahabat rasulullah menginginkan tebusan dari penawanan itu dan mereka berkata: “apa yang bisa kita perbuat dengan membunuh ini?” mak rasulullah melewatinya, dan akhirnya dia massuk islam sehingga dibebaskan. Lalu dia disuruh pergi ke kebun Abu Thalhah dan diperintahkan mandi. Maka dia mandi dan  shalat dua rakaat. Maka Nabi SAW berabda : “Keislaman saudara kalian ini sudah baik.” (HR. Ahmad)
5.      Haid dan Nifas. Hal ini berdasarkan berdasarkan sabda Rasulullah SAW kepada Fatimah binti Abu Hubaisy, “Tinggalkanlah shalat selama hari-hari kamu dalam keadaan haid, kemudian mandilah dan shalatlah.” (Muttafaq Alaih).

·         Rukun-Rukun Mandi
Mandi secara Syariat tidak sah, kecuali memenuhi dua hal berikut :
1.      Adanya niat. Untuk membedakan mandi yang bersifat biasa dengan mandi ibadah. Niat adalah pekerjaan hati, tidak perlu diucap dengan perkataan.
2.      Membasuh seluruh anggota tubuh. Berdasarkan dalil Al- quran. “Dan Jika kalian junub, maka bersucilah” (Al-Maidah : 6). Pengertian bersucilah disini ialah mandilah, hal itu dijelaskan dalam dalil lain, “Hai orang-orang beriman, janganlah kalian shalat, sedang kalian dalam keadaan mabuk, sehingga kalian mengerti apa yang kalian ucapkan. Dan orang-orang junub (jangan pula menghampiri masjid), kecuali hanya sekedar berlalu, sehingga kalian mandi mandi besar (terlebih dulu).” Dan hakikat mandi adalah membasuh seluruh nggota tubuh.
·         Mandi Sesuai Sunnah
Mandi yang bersifat ibadah dicontohka Rasulullah saw yang tatacaranya menjadi Sunnah. Berikut cara mandi sesuai Sunnah Nabi Saw :
1.      Nabi memulai mandi dengan membasuh kedua telapak tangan tiga kali
2.      Kemudoan beliau mencuci kemaluan ( begitu juga bagi kaum wanita yang mandi besar, setalah haid atau nifas).
3.      Kemudian berwudhu secara sempurna seperti layaknya wudhu sebelum melaksanakan shalat. Namun boleh mengakhiri membasuh kaki sampai selesai mandi, jika dia mandi di bak atau semisalnya.
4.      Kemudian menyiram kepala dengan air, disertai menggosok sela-sela rambut dan pangkalnya.
5.      Lalu membasuh seluruh tubuh dimulai dari sebelah kanan kemudian bagian kiri; antara lain membasuh ketiak, kedua telinga, pusar, jari-jari kaki, dan memijit dan menggosok apa yang bisa digosok apa yang bisa digosok dari anggota tubuh.

Hal ini dijelaskan dalam hadits ‘Aisyah RA, bahwa Rasulullah SAW apabila mandi janabat, beliau memulai dengan membasuh kedua tangan, kemudian mencuci kemaluan. Setelah itu berwudhu seperti wudhu untuk shalat, lalu memebasahi pangkal rambutnya dengan memasukkan jari-jemarinya. Kemudian beliau menciduk dengan kedua tangan dan dibasuhkan ke kepala sebanyak tiga cidukan, kemudian mengguyur seluruh tubuh. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)  
·         Mandi bagi kaum wanita
Secara umum, tata cara mandinya kaum wanita sama seperti mandinya kaum laki-laki. Hanya saja, bagi wanita yang haid atau nifas wajib mengurai rambutnya ketika mandi. Sedangkan wanita yang mandi Karena junub, tidak wajib baginya untuk mengurai rambutnya. Akan tetapi wajib baginya membasahi semua pangkal rambutnya dengan air. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummu Salamah RA, bahwa seorang wanita dating kepada Rasulullah SAW, lalu berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya mengikat rambut saya, apakah harus dibuka jika mandi janabat?” beliau bersabda, “Cukup basuhkan air ke rambut sebanyak tiga kali, kemudian kamu basukan air ke seluruh tubuhmu. Dengan begitu kamu sudah suci.” (HR. Muslim dan lainnya). Disunnahkan bagi wanita jika mandi untuk bersuci dari haid dan nifas, agar mereka mengambil sepotong kain (kapas)  dan diberi parfum, kemudian digunakan untuk membersihkan bekas darah pada sekitar kemaluan, agar daerah itu bersih dan aroma tidak sedap hilang.

Demikianlah, wajib memperhatikan kesempurnaan mandi sehingga tidak ada bagian badan yang tertinggal yang tidak sampai air kepadanya. Rasulullah SAW bersabda, “Di bawah setiap bulu adalah janabah (junub), maka cucilah semua bulu dan bersihkanlah kulit.”
 (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi)

·          

KEWAJIBAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA


Oleh
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-'Utsaimîn


Marilah kita bertakwa kepada Allah. Kita laksanakan kewajiban yang telah diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, yaitu berupa hak-hak-Nya dan hak para hamba-Nya. Dan ketahuilah, hak manusia yang paling besar atas diri kalian ialah hak kedua orang tua dan karib kerabat. Allah menyebutkan hak tersebut berada pada tingkatan setelah hak-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa ... " [an-Nisâ`/4:36].

Begitu pula Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman dalam surat Luqmân/31 ayat 14:

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ

"(Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya, ...)"

Selanjutnya Allah menyebutkan alasan perintah ini, yaitu:

حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ

"(ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah)".

Yakni keadaan lemah dan berat ketika mengandung, melahirkan, mengasuh dan menyusuinya sebelum kemudian menyapihnya.

Kemudian Allah berfirman:

وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

"(dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu. Hanya kepada-Kulah kembalimu)".

Nabi telah menjadikan bakti kepada orang tua lebih diutamakan daripada berjihad di jalan Allah. Disebutkan dalam shahîhaian dari 'Abdullâh bin Mas'ûd, ia berkata:

سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

"Aku bertanya kepada Nabi; "Amalan apakah yang paling utama?" Beliau menjawab,"Shalat pada waktunya." Aku bertanya lagi: "Kemudian apa lagi?" Beliau menjawab,”Berbakti kepada kedua orang tua.” Aku bertanya lagi: ”Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab,”Berjihad di jalan Allah.”

Dikisahkan dalam kitab Shahîh Muslim, bahwa ada seseorang datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata: "Aku berbaiat kepadamu untuk berhijrah dan berjihad di jalan Allah. Aku mengharap pahala dari Allah.” Beliau bertanya,”Apakah salah satu dari kedua orang tuamu masih hidup?” Ia menjawab,"Ya, bahkan keduanya masih hidup,” beliau bersabda,”Engkau mencari pahala dari Allah?” Ia menjawab,”Ya." beliau bersabda,"Pulanglah kepada kedua orang tuamu, kemudian perbaikilah pergaulanmu dengan mereka."

Disebutkan dalam sebuah hadits dengan sanad jayyid (bagus), ada seseorang berkata kepada Nabi : "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ingin berjihad namun aku tidak mampu melakukannya". Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya: "Apakah salah satu dari kedua orang tuamu masih ada?" Ia menjawab,"Ya, ibuku," beliau bersabda: "Temuilah Allah dalam keadaan berbakti kepada kedua orang tuamu. Apabila engkau melakukannya, maka berarti engkau telah berhaji, berumrah dan berjihad".

Allah Subhanhu wa Ta'ala juga telah berwasiat supaya berbuat baik kepada kedua orang tua di dunia walaupun keduanya kafir. Akan tetapi, apabila keduanya menyuruh untuk berbuat kufur maka sang anak tidak boleh menaati perintah kufur ini. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

"Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan".[Luqmân/31:15].

Disebutkan dalam kitab shahîhain, dari Asmâ' binti Abu Bakar Radhiyallahu 'anha, ia menceritakan ketika ibunya datang menyambung silaturrahmi dengannya padahal si ibu masih dalam keadaan musyrik.

Asmâ' Radhiyallahu 'anha bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :

يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ رَاغِبَةٌ أَفَأَصِلُ أُمِّي قَالَ نَعَمْ صِلِي أُمَّكِ

"Wahai Rasulullah, ibuku datang kepadaku ingin (menyambung hubungan dengan putrinya, Asmâ'), apakah aku boleh menyambung hubungan kembali dengan ibuku". Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,"Ya, sambunglah."

Cara berbakti kepada kedua orang tua, ialah dengan mencurahkan kebaikan, baik dengan perkataan, perbuatan, ataupun harta.

Berbuat baik dengan perkataan, yaitu kita bertutur kata kepada keduanya dengan lemah lembut, menggunakan kata-kata yang baik dan menunjukan kelembutan serta penghormatan.

Berbuat baik dengan perbuatan, yaitu melayani keduanya dengan tenaga yang mampu kita lakukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, membantu dan mempermudah urusan-urusan keduanya. Tentu, tanpa membahayakan agama ataupun dunia kita. Allah Mahamengetahui segala hal yang sekiranya membahayakan. Sehingga kita jangan berpura-pura mengatakan sesuatu itu berbahaya bagi diri kita padahal tidak, sehingga kitapun berbuat durhaka kepada keduanya dalam hal itu.

Berbuat baik dengan harta, yaitu dengan memberikan setiap yang kita miliki untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh keduanya, berbuat baik, berlapang dada dan tidak mengungkit-ungkit pemberian sehingga menyakiti perasaan ibu bapak.

Berbakti kepada kedua orang tua tidak hanya dilakukan tatkala keduanya masih hidup. Namun tetap dilakukan manakala keduanya telah meninggal dunia. Ada sebuah kisah, yaitu seseorang dari Bani Salamah mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia bertanya:

يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا قَالَ نَعَمْ الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا تُوصَلُ إِلَّا بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا

"Wahai Rasulullah, apakah masih ada cara berbakti kepada kedua orang tuaku setelah keduanya meninggal?" Beliau menjawab,"Ya, dengan mendoakannya, memintakan ampun untuknya, melaksanakan janjinya (wasiat), menyambung silaturahmi yang tidak bisa disambung kecuali melalui jalan mereka berdua, dan memuliakan teman-temannya". [HR Abu Dawud].

Allâhu Akbar! betapa luas cakupan berbakti kepada kedua orang tua, bahkan termasuk di dalamnya keharusan memuliakan dan menyambung silaturahmi kepada teman kerabat.

Disebutkan dalam kitab Shahîh Muslim, dari 'Abdullâh bin 'Umar bin Khatthâb Radhiyallahu 'anhu : "Suatu hari beliau Radhiyallahu 'anhu berjalan di kota Makkah dengan mengendarai keledai yang biasa beliau Radhiyallahu 'anhu gunakan bersantai jika bosan mengendarai unta. Lalu di dekat beliau lewatlah seorang Arab Badui. Lantas 'Abdullah bin 'Umar pun bertanya kepadanya:”Benarkah engkau Fulan bin Fulan?” Ia menjawab,”Ya,” kemudian 'Abdullah bin 'Umar memberikan keledainya kepada orang itu sambil berkata,”Naikilah keledai ini.” Beliau juga memberikan sorban yang mengikat di kepalanya seraya berkata,”Ikatlah kepalamu dengan sorban ini,” maka sebagian sahabatnya berkata,”Semoga Allah mengampunimu. Mengapa engkau memberikan keledai kendaraan santaimu dan sorban ikat kepalamu kepada orang itu?” Maka 'Ibnu 'Umar menjawab: ”Orang ini, dahulu adalah teman 'Umar (bapakku), dan aku pernah mendengar Rasulullah berkata,'Sesungguhnya bakti yang terbaik, ialah tetap menyambung hubungan keluarga ayahnya".

Adapun balasan berbakti ini ialah pahala yang besar saat di dunia maupun akhirat. Barang siapa yang berbakti kepada orangtuanya, maka kelak anak-anaknya juga akan berbakti kepadanya, serta memberikan jalan keluar dari kesusahannya.

Dalam kitab Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim, dari hadits Ibnu 'Umar Radhiyallahu 'anhu disebutkan tentang kisah tiga orang yang ingin bermalam di gua, lalu merekapun masuk ke dalamnya. Begitu sampai di dalam gua, tiba-tiba sebongkah batu besar jatuh dan menutup mulut gua tersebut.

Merekapun kemudian bertawasul kepada Allah dengan amal-amal shalih yang pernah dikerjakan supaya mereka bisa keluar. Salah seorang dari mereka berkata:

Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai bapak dan ibu yang sudah sangat tua. Aku tidak pernah memberikan susu kepada keluarga maupun budakku sebelum mereka berdua.

Suatu hari, aku pergi jauh untuk mencari pohon dan belum kembali kepada mereka hingga mereka pun tertidur. Akupun memerah susu untuk mereka. Setelah selesai, ternyata aku mendapatkan mereka berdua telah tertidur. Aku tidak ingin membangunkannya dan tidak memberikan susu kepada keluarga maupun untukku sendiri. Aku terus menunggu mereka sambil membawa mangkuk susu di tanganku hingga terbit fajar. Mereka pun bangun dan meminum susu perahanku.

Ya Allah, sekiranya aku melakukan itu semua karena-Mu, maka bukakanlah batu yang telah menutupi kami ini.

Maka batu itupun bergeser sedikit. Kemudian demikian pula yang lainnya berdoa, bertawasul dengan amalan shalih yang pernah mereka kerjakan. Akhirnya, batu itupun bergeser sehingga gua terbuka dan mereka dapat keluar, kemudian kembali melanjutkan perjalanan.

Ketahuilah, berbakti kepada orang tua juga akan mendatangkan keluasan rizki, panjang umur dan khusnul khatimah.

Diriwayatkan dari Sahabat 'Ali bin Abi Thâlib bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang senang apabila dipanjangkan umurnya, diluaskan rizkinya dan dihindarkan dari sû`ul khatimah, maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah dan menyambung silaturahmi." Dan sesungguhnya, berbakti kepada orang tua merupakan wujud silaturahmi yang paling mulia, karena orang tua memiliki hubungan kekerabatan yang paling dekat dengan kita.

Seorang mukmin yang berakal, sungguh sangat tidak pantas berbuat durhaka dan memutuskan hubungan dengan kedua orang tua, padahal ia mengetahui keutamaan berbakti kepadanya, dan balasannya yang mulia di dunia maupun di akhirat. Larangan ini sangat besar.

Apabila telah mencapai usia lanjut, kedua orang tua akan mengalami kelemahan badan maupun pikiran. Bahkan keduanya bisa mengalami kondisi yang serba menyusahkan, sehingga menyebabkan seseorang mudah menggertak atau bersikap malas untuk melayaninya. Dalam keadaan demikian, Allah melarang setiap anak membentak, meskipun dengan ungkapan yang paling ringan. Tetapi Allah memerintahkan si anak supaya bertutur kata yang baik, merendahkan diri dalam perkataan maupun perbuatan di hadapan keduanya. Sebagaimana sikap seorang pembantu di hadapan majikannya. Demikian pula, Allah memerintahkan si anak supaya mendoakan keduanya, semoga Allah mengasihi keduanya sebagaimana keduanya telah mengasihi dan merawat si anak tatkala masih kecil.

Sang ibu rela berjaga saat malam hari demi menidurkan anaknya. Iapun rela menahan rasa letih supaya si anak bisa beristirahat dengan cukup. Adapun bapaknya, ia berusaha sekuat tenaga mencari nafkah. Letih pikirannya, letih pula badannya. Semua itu, tidak lain ialah untuk memberi makan dan mencukupi kebutuhan si anak. Sehingga sepantasnya bagi si anak untuk berbakti kepada keduanya sebagai balasan atas kebaikannya.

Dalam kitab shahîhain disebutkan dari Abu Hurairah, bahwasanya ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi: "Wahai Rasulullah, siapakah di antara manusia yang paling berhak aku pergauli dengan baik?" Rasulullah menjawab,"Ibumu." Orang itu bertanya lagi: "Kemudian siapa lagi?" Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Ibumu." Orang itu mengulangi pertanyaannya: "Kemudian siapa lagi?" Nabi pun kembali mengulangi jawabanya: "Ibumu." Iapun kemudian mengulangi pertanyaanya untuk yang ke empat kalinya: "Kemudian siapa?" Rasulullah menjawab: "Bapakmu."

Semoga Allah memberikan taufik-Nya, sehingga memudahkan kita untuk berbakti kepada ibu bapak. Dan semoga Allah memberi karunia kepada kita keikhlasan dalam melaksanakannya. Sesunggunya Dia-lah Dzat yang Mahapemurah lagi Mahapenyayang.

(Diringkas oleh Ustadz Abu Sauda` Eko Mas`uri, dari ad-Dhiyâ-ul Lâmi', Syaikh Muhammad bin Shâlih al-'Utsaimîn, hlm. 501-504)
Description: http://almanhaj.or.id/looks/elegant/images/logo.png
  • Description: http://almanhaj.or.id/looks/elegant/images/soc_RSS_def.png
  • Description: http://almanhaj.or.id/looks/elegant/images/soc_twitter_def.png
Top of Form
Bottom of Form
Durhaka Kepada Orang Tua Termasuk Dosa Besar
Rabu, 23 April 2008 14:41:25 WIB
Kategori : Risalah : Orang Tua
DURHAKA KEPADA ORANG TUA TERMASUK DOSA BESAR


Oleh
Ummu Salamah As-Salafiyyah



Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.

“Dosa besar itu adalah syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh jiwa seseorang, dan sumpah palsu” [HR. Al-Bukhari]

Dari Abu Bakrah Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, “Pernah disebutkan dosa-dosa besar di dekat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda:

“Syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.’ Dan beliau bersandar lalu beliau duduk seraya berkata, ‘Dan kesaksian palsu atau ucapan dusta” [Muttafaq ‘alaih]

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.

“Yang termasuk dosa besar adalah celaan seseorang terhadap kedua orang tuanya”

Mereka bertanya.

“Wahai Rasulullah, apakah ada orang yang mencela kedua orang tuanya?”

Beliau menjawab.

“Ya, seseorang mencela ayah orang lain, maka berarti dia telah mencela ayahnya sendiri. Dan dia mencela ibu orang itu berarti dia telah mencela ibunya sendiri” [HR. Bukhari dan Muslim]

Dari al-Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.

“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan kalian untuk durhaka kepada ibu-ibu kalian, man’an wa haatin (menolak kewajiban dan menuntut yang bukan haknya), mengubur hidup-hidup anak perempuan. Dan Allah membenci kalian dalam hal menyebar kabar yang tidak benar, banyak meminta-minta, dan menyia-nyiakan harta.”[HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Imam Ahmad meriwayatkan dari hadits Abud Darda’ dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.

“Tidak akan masuk Surga orang yang durhaka, pecandu khamr, dan orang yang mendustakan takdir.”

Ini adalah hadits hasan sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab ash-Shahiih al-Musnad mimmaa Laisa fii ash-Shahiihain.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

“Tidak ada yang berbicara di dalam buaian, kecuali hanya tiga orang, yaitu: ‘Isa putera Maryam, bayi yang menyelamatkan Juraij. Juraij adalah seorang yang taat beribadah. Dia membangun tempat ibadah dan dia selalu berada di dalamnya.

Suatu saat, ibunya datang sedang dia tengah mengerjakan shalat. Sang ibu berkata, ‘Hai Juraij.’ Juraij berkata (di dalam hati), ‘Ya Rabb-ku, ibuku atau aku teruskan shalatku?’

Lalu dia meneruskan shalatnya sedang ibunya kembali pulang. Dan pada keesokan harinya ibunya datang lagi dan dia pun tengah mengerjakan shalat. Ibunya memanggil, ‘Hai Juraij.’ Juraij pun berkata (di dalam hati), ‘Ya Rabb-ku, ibuku atau aku teruskan shalatku?’ Maka ia tetap meneruskan shalatnya.

Dan pada hari berikutnya, ibunya datang lagi pada waktu Juraij tengah mengerjakan shalat. Maka ibunya pun memanggil, ‘Hai Juraij.’ Juraij pun berkata, ‘Wahai Rabb-ku, ibuku atau aku teruskan shalatku?’

Lalu dia tetap meneruskan shalatnya. Maka ibunya berdo’a, ‘Ya Allah, janganlah Engkau mematikannya sehingga dia melihat wajah (berurusan dengan) pelacur.’

Kemudian orang-orang Bani Israil memperbincangkan Juraij ini dan ibadahnya. Pada waktu itu ada seorang wanita pelacur yang kecantikannya menjadi idola. Pelacur itu berkata, ‘Seandainya kalian menghendaki, niscaya aku sanggup menguji Juraij.’

Kemudian wanita itu datang dan mengganggu Juraij, tetapi dia tidak sedikit pun menoleh kepadanya.

Selanjutnya wanita itu datang kepada seorang penggembala dan mengajaknya ke tempat ibadah Juraij dengan menyerahkan diri kepada penggembala itu untuk dizinai. Dan penggembala kambing itu pun mau memenuhi ajakan wanita tersebut hingga akhirnya wanita itu hamil. Ketika wanita itu melahirkan seorang bayi, dia berkata, ‘Bayi ini adalah hasil hubunganku dengan Juraij.’

Kemudian orang-orang Bani Israil itu datang kepada Juraij dan memaksanya untuk turun, lalu mereka menghancurkan tempat ibadahnya itu serta memukulinya. Juraij berkata, ‘Mengapa kalian berbuat seperti ini?’

Mereka menjawab, ‘Engkau telah berbuat zina dengan pelacur itu sehingga dia melahirkan seorang bayi dari dirimu.’ Juraij bertanya, ‘Mana bayi itu?’

Mereka membawa anak bayi itu dan Juraij berkata, ‘Tunggu dulu, saya akan mengerjakan shalat.’

Juraij pun shalat dan setelah selesai, Juraij datang kepada bayi itu, lalu dia tekan perut bayi tersebut sambil bertanya, ‘Wahai bayi, siapakah bapakmu?’ Bayi itu menjawab, ‘Si Fulan, seorang penggembala.’

Kemudian orang-orang Bani Israil itu menerima perkataan Juraij, lalu mencium dan meminta maaf kepada Juraij seraya berkata, ‘Kami akan membangunkan sebuah tempat ibadah dari emas untukmu.’

‘Jangan, bangunkan kembali tempat ibadahku dari tanah seperti semula,’ sahut Juraij. Maka mereka pun membangunkan tempat ibadah untuk Juraij.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Anehnya, sekarang ini kita menyaksikan sebagian pemuda yang begitu tunduk kepada isteri mereka, sementara mereka durhaka kepada ibu mereka. Dan mereka tidak menyadari bahwasanya akan datang suatu hari dimana mereka akan membutuhkan bakti anak-anak mereka, sebagaimana orang tua mereka sekarang membutuhkan bakti mereka kepadanya. Dan balasan itu akan didapat seperti apa yang dikerjakan.

Betapa indahnya ungkapan orang yang berkata:

Kunjungilah kedua orang tuamu dan berdirilah di atas kuburan mereka
Seakan-akan diriku telah engkau bawa ke tempat itu

Jika engkau berada di mana mereka berada dan keduanya ada di akhirat
Niscaya keduanya akan mengunjungimu dengan merangkak dan bukan berjalan di atas kedua kakinya

Dosa mereka berdua tidak akan beralih kepadamu dan cukup lama
Mereka mencurahkan cinta yang murni dari dalam lubuk hati mereka

Jika keduanya melihat rintangan menghadangmu maka keduanya
Akan merasa sedih atas keluhanmu dan terasa sesak oleh keduanya.

Dan jika keduanya mendengar rintihanmu, maka mereka mencucurkan
Air mata di pipi mereka karena kasihan kepadamu

Keduanya berharap agar engkau menemukan ketenangan
Dengan semua yang meliputi harta milik mereka.

Engkau pasti akan menemuinya esok atau lusa
Sebagaimana mereka telah menemui kedua orang tua mereka

Hendaklah engkau mendahulukan baktimu kepada mereka,
Sebagaimana mereka telah mendahulukan dirimu atas diri mereka.[1]

[Disalin dari buku Al-Intishaar li Huquuqil Mu’minaat, Edisi Indonesia Dapatkan Hak-Hakmu Wahai Muslimah, Penulis Ummu Salamah As-Salafiyyah, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Penerjemah Abdul Ghoffar EM]
________
Footnote
[1]. Kitab al-Birr wash Shilaah, hal. 137, karya Ibnul Jauzi.

Definisi dan Urgensi Aqidah



‘’Definisi Aqidah
Pengertian Aqidah Secara Bahasa (Etimologi) :
Kata "‘Aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth (ikatan), al-Ibraamal-ihkam (pengesahan), (penguatan), at-tawatstsuq (menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah (pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk(pengokohan) dan al-itsbaatu (penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin (keyakinan) dan al-jazmu (penetapan).
"Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu(penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari kata kerja: " ‘Aqadahu" "Ya'qiduhu" (mengikatnya), " ‘Aqdan" (ikatan sumpah), dan " ‘Uqdatun Nikah" (ikatan menikah). Allah Ta'ala berfirman, "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja ..." (Al-Maa-idah : 89).
Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan  perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id. (Lihat kamus bahasa: Lisaanul ‘Arab, al-Qaamuusul Muhiith dan al-Mu'jamul Wasiith: (bab: ‘Aqada).
Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah; baik itu benar ataupun salah.
Pengertian Aqidah Secara Istilah (Terminologi)
Yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidka tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang yang  menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya; yang tidak menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada singkat keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah, karena orang itu mengikat hatinya diatas hal tersebut.

Aqidah Islamiyyah:
Maknanya adalah keimanan yang pasti teguh dengan Rububiyyah Allah Ta'ala, Uluhiyyah-Nya, para Rasul-Nya, hari Kiamat, takdir baik maupun buruk, semua yang terdapat dalam masalah yang ghaib, pokok-pokok agama dan apa yang sudah disepakati oleh Salafush Shalih dengan ketundukkan yang bulat kepada Allah Ta'ala baik dalam perintah-Nya, hukum-Nya maupun ketaatan kepada-Nya serta meneladani Rasulullah shalallahu'alaihi wassalam.
 

Aqidah Islamiyyah:
Jika disebutkan secara mutlak, maka yang dimaksud adalah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, karena itulah pemahaman Islam yang telah diridhai oleh Allah sebagai agama bagi hamba-Nya. Aqidah Islamiyyh adalah aqidah tiga generasi pertama yang dimuliakan yaitu generasi sahabat, Tabi'in dan orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Nama lain Aqidah Islamiyyah:
Menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah, sinonimnya aqidah Islamiyyah mempunyai nama lain, di antaranya, at-Tauhid, as-Sunnah, Ushuluddiin, al-Fiqbul Akbar, Asy-Syari'iah dan al-Iman.
Nama-nama itulah yang terkenal menurut Ahli Sunnah dalam ilmu ‘aqidah.
Urgensi Aqidah
1.  Aqidah islamiyah merupakan misi utama yang dibawa semua rasul yang diutus oleh Allah ta’ala dan risalah pokok / ajaran inti yang dikandung oleh kitab-kitab Allah ta’ala. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman yang Artinya : Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan kami wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Aku maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.(QS. Al Anbiyaa:25)
Allah berfirman, Artinya : Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat untuk menyerukan sembahlah Allah saja dan jauhilah thagut.(QS. An Nahl:36).
2.  Aqidah Islamiyah adalah masalah yang pertama-tama dida’wahkan oleh para nabi dan rasul.
a. Berkata Nabi Nuh ‘Alaihis Salam.
Allah Subhanahu Wata’ala, Artinya; Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selainNya.(QS.Al A’raf : 59)
b. Berkata Nabi Hud ‘Alaihis Salam.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, Artinya; Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selainNya(QS. Al A’raf:65)
c. Berkata Nabi Shalih ‘Alaihis Salam.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman Artinya; Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali(QS.Al A’raf:73)
d. Berkata Nabi Syu’aib ‘Alaihis Salam.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman Artinya; Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selainNya(QS.Al A’raf:85)
e. Berkata Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman Artinya: Sembahlah Allah dan bertaqwalah kepadaNya(QS.Al Ankabut:16)

3.  Aqidah Islamiyah yang shahihah dapat menjaga dan memelihara keselamatan jiwa dan harta seseorang kecuali jika seseorang menantang hak aqidah tersebut
و قال صلى الله عليه وسلم : أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهد وا أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم إلا بحق الإسلام و حسابهم على الله . رواه البخاري و مسلم
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan “La Ilaha illallah”(tiada sembahan yang berhak disembah kecuali Allah) maka apabila mereka telah mengucapkannya maka terjagalah jiwa dan harta mereka daripadaku kecuali apabila mereka menentang hak kalimat tersebut.
: وقال صلى الله عليه وسلم : من قال لا إله إلا الله و كفر بما يعبد من دون الله حرم ماله ودمه وحسابه على الله عز و جل . رواه مسلم
Rasulullah Shallallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka bersyahadat bahwa
an Laa Ilaha Illallah wa anna Muhammadar Rasulullah (tiada sembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad itu utusan Allah) dan menegakkan shalat serta menunaikan zakat, maka apabila mereka telah melakukan hal itu maka terjagalah jiwa mereka daripadaku kecuali apabila mereka menentang hak Islam sementara hisabnya kembali kepada Allah.
وقال صلى الله عليه وسلم : من قال لا إله إلا الله و كفر بما يعبد من دون الله حرم ماله ودمه وحسابه على الله عز و جل . رواه مسلم
Rasulullah Shallallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Barang siapa yang telah mengucapkan “La Ilaha illallah” (tiada sembahan yang berhak disembah kecuali Allah) dan mengingkari segala sembahan selain Allah maka haramlah harta dan jiwanya diganggu dan hisabnya dikembalikan kepada Allah Azza wa Jalla.
4.  Aqidah yang rusak dengan kesyirikan menghalalkan darah dan harta benda pelakunya (orang-orang musyrik) .Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
Artinya : Dan perangilah mereka supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.(QS. Al Anfal: 39)
5.  Aqidah islamiyah shahihah (yang tidak dicampuri kesyirikan) merupakan kunci utama untuk dapat masuk ke syurga pada hari kiamat :
عن جابر رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : من لقي الله لا يشرك به شيئا دخل الجنة و من لقيه يشرك به شيئا دخل النار . رواه مسلم
Dari Jabir Radiyallahu ‘Anhu Rasulullah Shallallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Barang siapa yang berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak mempersukutan Allah dengan sesuatu maka niscaya dia masuk syurga dan barang siapa yang menjumpaiNya dalam keadaan mempersekutukan Allah dengan sesuatu ciscaya dia masuk neraka.
6.  Aqidah islamiyah yang benar (yang tidak dicampuri kesyirikan) dapat menyelamatkan seseorang dari azab Allah berupa api neraka pada hari kiamat :
عن عتبان بن مالك رضي الله عنه قال : قال صلى الله عليه وسلم: فإن الله حرم على النار من قال لا إله إلا الله يبتغي بذلك وجه الله . رواه البخاري ومسلم
Dari Itban bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu Rasulullah Shallallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Sungguh Allah telah menharamkan atas neraka orang yang mengucapkan “La Ilaha illallah” (tiada sembahan yang berhak disembah kecuali Allah) dengan mengharap wajah Allah.
Dan bentuk pengharaman dalam hadits tersebut mencakup:
1. Haram masuk ke dalam neraka –secara mutlak– bagi orang mu’min yang murni aqidahnya dan sempurna imannya serta tidak membawa dosa sampai meninggal.
2. Haram untuk kekal di neraka kalau masuk ke dalamnya setelah di kehendaki oleh Allah hal itu baginya, yaitu orang mu’min yang tidak mempersekutukan Allah tetapi melakukan dosa yang bukan syirik lalu tidak bertaubat sebelum meninggal .
7.  Aqidah yang rusak yang dicampuri dengan kesyirikan menahan bahkan mengharamkan seseorang masuk ke dalam surga dan menyebabkan serta mengharuskan dia kekal didalam neraka dan tidak akan diampuni oleh Allah.Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
Artinya : sesungguhnya orang yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga dan tempatnya adalah neraka tidaklah ada bagi orang-orang yang dzalim itu seorang penolongpun.(QS.Al Maidah:72)
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan dia mengampuni dosa yang selain dosa syirik itu (QS.An Nisa:48)
8.  Aqidah Islamiyah yang benar merupakan syarat utama diterimanya suatu amal-ibadah yang dengannya Allah akan membalasnya dengan kenikmatan surga di akhirat dan kehidupan yang baik di dunia.Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
Artinya : Barang siapa yang mengerjakan amal shalih baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS. An Nahl:97) Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
Artinya : Barang siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.(QS. Al Kahfi:110)
9.  Aqidah yang rusak yang bercampur dengan kesyirikan dapat menggugurkan amalan dan menyebabkan amalan tersebut tidak diterima di sisi Allah, baik seluruhnya maupun sebagiannya saja.
a. Syirik yang menggugurkan seluruh amal-ibadah adalah syirik akbar (besar), Allah berfirman;
Artinya : Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi yang sebelummu jika kamu mempersekutukan Tuhan niscaya akan terhapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi(QS.Az Zumar: 65)
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
Artinya : Seandainya mereka menyekutukan Allah niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan (QS. Al An’am:88)
b. Syirik yang menggugurkan sebahagian amal-ibadah, yaitu ibadah yang terkontaminasi saja adalah syirik kecil seperti riya’ dan sum’ah.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم فيما يرويه عن ربه عز وجل : أنا أغنى الشركاء عن الشرك من عمل عملا أشرك فيه معي غيري تركته وشركه
Rasulullah Shallallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Dari Rabbnya ‘Azza wajalla : Aku adalah zat yang Maha Kaya yang tidak membutuhkan syarikat, barang siapa melakukan suatu amalan yang di dalamnya dia mempersukutan Aku dengan sesuatu maka niscaya Aku tinggalkan amalan dan syarikat tersebut .
10.  Aqidah shahihah yang tidak dicampuri dengan kesyirikan merupakan penyebab utama datangnya ampunan dari Allah.
عن أنس رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: قال الله تعالى يابن أدم لو أتيتني بقراب الأرض خطايا ثم لقيتني لا تشرك بي شيئا لأتيتك بقرابها مغفرة. رواه الترمذي وحسنه
Dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu beliau berkata; saya mendengar Rasulullah Shallallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Allah Ta’ala berfirman: Wahai Bani Adam seandainya engkau datang kepadaKu dengan dosa sepenuh bumi dalam keadaan engkau tidak mempersyarikatkan Aku dengan sesuatu niscaya Aku datang kepadamu dengan magfirah seluasnya pula.