1
Pengertian
Taqlid
Secara etimologis taqlid yaitu:
وضع الشئ فى العنق
محيطا به كا القئدة
“Meletakan sesuatu di lehernya dengan mengitarinya seperti kalung.”
Sedangkan taqlid secara
bahasa berarti meletakan sesuatu di atas tengkuk secara melingkar seperti
kalung, secara istilah berarti:
اِتِّبَاعُ
مَنْ لَيْسَ قَوْلُهُ حُجَّةَ
“Mengikuti orang yang pendapatnya tidak
dapat dipaki hujjah.”
Maksudnya adalah keluar dari lingkup orang yang pendapatnya tidak
dapat dipakai hujjah mengikuti Nabi SAW, mengikuti orang-orang yang berijma`,
mengikuti sahabat jika kita berpendapat jika ucapan sahabt adalah hujjah.
Mengikuti sesuatu dari mereka ini tidak dapat dinamakan taqlid karena ini
adalah pengikutan terhadap hujjah. Namun, kadang dinamakan taqlid dalam arti
kiasan dan arti secara luas.
Tempat-tempat
bolehnya taqlid
Pertama, orang yang
bertaqlid adalah orang yang awam yang tidak mampu mengetahui hukum sendiri.
Orang macam ini wajib bertaqlid. Ini berdasarkan firman Allah SWT dalam Q.S.
An-Nahl suroh ke 16 ayat ke 43
فَاسْاَلُوْا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu
tidak mengetahui.”
Hendaknya ia bertaqlid kepada orang yant utama ilmunya dan sikap
wara`nya yang ia jumpai. Jika ada dua orang yang sama, ia boleh memilih
diantara mereka.
Kedua, seorang mujahid
mendapati suatu permasalahan yang menuntut dirinya mengetahui hukumnya dengan
segera, sementara ia tidak mampu meneliti masalah tersebut. Dalam kondisi ini
ia bisa bertaqlid. Sebagian ulama memberi syarat bolehnya bertaqlid bila
permasalahan tersebut bukan termasuk masalah ushuluddin yang wajib diyakini.
Mereka beralasan bahwa aqidah wajib diyakini secara pasti, sedangkan taqlid
hanya sampai derajat zhan.
Pendapat yang rajih bahwa hal itu tidak termasuk syarat karena
keumuman firman Allah SWT (artinya): “Maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (Q.S. An-Nahl [16]: 43). Ayat
ini berkaitan dengan penetapan adanya risalah yang termasuk dalam udhuluddin.
Juga karena orang awam itu tidak mampu mengetahui kebenaran dengan
dalil-dalilnya. Jika ia mendapat udzur (tidak mampu) untuk mengetahui kebenaran
sendiri, tidak ada jalan lain kecuali bertaqlid. Ini berdasarkan firman Allah
SWT:
فَا
تَّقُوا اللّهَ مَا سْتَطَعْتُم
“Maka
bertaqwalah kamu kepada Allah SWT menurut kesanggupanmu.” (Q.S. At-Taqhabun
[64]: 16
Macam-macam
Taqlid
1)
Taqlid
umum
Taqlid
umum adalah taqlid yang mengikuti satu madzhab tertentu dengan mengambil
keringanan yang ada dan kewajibannya dalam seluruh masalah agama. Para ulama
masih berselisih dalam masalah ini, diantara mereka manyatakan bahwa taqlid
model ini adalah wajib karena adanya udzur untuk berijtihad di kalangan
mutaakhirin. Diantara mereka juga ada yang menyatakan bahwa taqlid model ini
haram karena mengikuti secara mutlak selain Nabi SAW.
Syaikhul
islam ibnu taimiyyah berkata, “Pendapat yang menyatakan wajib bertaqlid
mengandung pengertian adanya ketaatan kepada selain Nabi SAW dalam masalah
perintah dan larangannya. Ini jelas menyelisihi ijma`. Demikian juga dengan
pendapat yang membolehkannya.” Dia juga berkata, “Barangsiapa berpegang
teguh kepada satu madzhab tertentu, kemudian dia melakukan sesuatu yang berbeda
dengan madzhabnya itu bukan karena taqlid kepada orang alim lain yang memberi
fatwa kepadanya, bukan pula karena mendapatkan dalil yang mengharuskan dirinya
untuk menyelisihi madzhabnya tersebut, dan bukan pula karena adanya udzur
syar`i yang membolekan dirinya melakukan hal itu, berarti ia mengikuti hawa
nafsu nafsunya dan melakukan sesuatu yang diharamkan tanpa ada udzur syar`i.
Ini adalah sesuatu yang munkar. Adapun jika telah tampak baginya pendapat yang
lebih kuat dari pendapatnya yang lama, baik karena adanya dalil yang
menjelaskannya secara rinci jika ia mampu mengetahui dan memahaminya atau ia
mengetahui dalam masalah tersebut dan lebih bertaqwa kepada Allah SWT dalam hal
tersebut, kemudian ia berpindah pendapatnya yang lama kepada pendapat seperti
ini, maka hal ini boleh baginya. Bahkan, wajib baginya. Hal ini telah disebutkan
oleh Imam Ahmad”
2)
Taqlid
khusus
Taqlid khusus yaitu, mengambil suatu
pendapat tertentu dalam masalah tertentu. Ini adalah boleh jika dia tidak mampu
mengetahui kebenaran dengan cara berijtihad baik tidak mampu secara hakiki atau
sebenarnya mampu, tapi sangan berat baginya.[1]
[1] Syaikh
Muhammad bin Shalih Al `Utsaimin, Ushul Fiqh, penerbit. Media Jidayah:
Jogjakarta, thn: 2008, hal.131-134
Tidak ada komentar:
Posting Komentar