Kamis, 02 Juni 2016

TAQLID



1     Pengertian Taqlid
Secara etimologis taqlid yaitu:
 وضع الشئ فى العنق محيطا به كا القئدة
“Meletakan sesuatu di lehernya dengan mengitarinya seperti kalung.”  Sedangkan taqlid secara bahasa berarti meletakan sesuatu di atas tengkuk secara melingkar seperti kalung, secara istilah berarti:
 اِتِّبَاعُ مَنْ لَيْسَ قَوْلُهُ حُجَّةَ
  “Mengikuti orang yang pendapatnya tidak dapat dipaki hujjah.”  
Maksudnya adalah keluar dari lingkup orang yang pendapatnya tidak dapat dipakai hujjah mengikuti Nabi SAW, mengikuti orang-orang yang berijma`, mengikuti sahabat jika kita berpendapat jika ucapan sahabt adalah hujjah. Mengikuti sesuatu dari mereka ini tidak dapat dinamakan taqlid karena ini adalah pengikutan terhadap hujjah. Namun, kadang dinamakan taqlid dalam arti kiasan dan arti secara luas.
       Tempat-tempat bolehnya taqlid
Pertama, orang yang bertaqlid adalah orang yang awam yang tidak mampu mengetahui hukum sendiri. Orang macam ini wajib bertaqlid. Ini berdasarkan firman Allah SWT dalam Q.S. An-Nahl suroh ke 16 ayat ke 43
فَاسْاَلُوْا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”
Hendaknya ia bertaqlid kepada orang yant utama ilmunya dan sikap wara`nya yang ia jumpai. Jika ada dua orang yang sama, ia boleh memilih diantara mereka.
Kedua, seorang mujahid mendapati suatu permasalahan yang menuntut dirinya mengetahui hukumnya dengan segera, sementara ia tidak mampu meneliti masalah tersebut. Dalam kondisi ini ia bisa bertaqlid. Sebagian ulama memberi syarat bolehnya bertaqlid bila permasalahan tersebut bukan termasuk masalah ushuluddin yang wajib diyakini. Mereka beralasan bahwa aqidah wajib diyakini secara pasti, sedangkan taqlid hanya sampai derajat zhan.
Pendapat yang rajih bahwa hal itu tidak termasuk syarat karena keumuman firman Allah SWT (artinya): “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (Q.S. An-Nahl [16]: 43). Ayat ini berkaitan dengan penetapan adanya risalah yang termasuk dalam udhuluddin. Juga karena orang awam itu tidak mampu mengetahui kebenaran dengan dalil-dalilnya. Jika ia mendapat udzur (tidak mampu) untuk mengetahui kebenaran sendiri, tidak ada jalan lain kecuali bertaqlid. Ini berdasarkan firman Allah SWT:
فَا تَّقُوا اللّهَ مَا سْتَطَعْتُم
            “Maka bertaqwalah kamu kepada Allah SWT menurut kesanggupanmu.” (Q.S. At-Taqhabun [64]: 16
   Macam-macam Taqlid
1)      Taqlid umum
Taqlid umum adalah taqlid yang mengikuti satu madzhab tertentu dengan mengambil keringanan yang ada dan kewajibannya dalam seluruh masalah agama. Para ulama masih berselisih dalam masalah ini, diantara mereka manyatakan bahwa taqlid model ini adalah wajib karena adanya udzur untuk berijtihad di kalangan mutaakhirin. Diantara mereka juga ada yang menyatakan bahwa taqlid model ini haram karena mengikuti secara mutlak selain Nabi SAW.
Syaikhul islam ibnu taimiyyah berkata, “Pendapat yang menyatakan wajib bertaqlid mengandung pengertian adanya ketaatan kepada selain Nabi SAW dalam masalah perintah dan larangannya. Ini jelas menyelisihi ijma`. Demikian juga dengan pendapat yang membolehkannya.” Dia juga berkata, “Barangsiapa berpegang teguh kepada satu madzhab tertentu, kemudian dia melakukan sesuatu yang berbeda dengan madzhabnya itu bukan karena taqlid kepada orang alim lain yang memberi fatwa kepadanya, bukan pula karena mendapatkan dalil yang mengharuskan dirinya untuk menyelisihi madzhabnya tersebut, dan bukan pula karena adanya udzur syar`i yang membolekan dirinya melakukan hal itu, berarti ia mengikuti hawa nafsu nafsunya dan melakukan sesuatu yang diharamkan tanpa ada udzur syar`i. Ini adalah sesuatu yang munkar. Adapun jika telah tampak baginya pendapat yang lebih kuat dari pendapatnya yang lama, baik karena adanya dalil yang menjelaskannya secara rinci jika ia mampu mengetahui dan memahaminya atau ia mengetahui dalam masalah tersebut dan lebih bertaqwa kepada Allah SWT dalam hal tersebut, kemudian ia berpindah pendapatnya yang lama kepada pendapat seperti ini, maka hal ini boleh baginya. Bahkan, wajib baginya. Hal ini telah disebutkan oleh Imam Ahmad”
2)      Taqlid khusus
Taqlid khusus yaitu, mengambil suatu pendapat tertentu dalam masalah tertentu. Ini adalah boleh jika dia tidak mampu mengetahui kebenaran dengan cara berijtihad baik tidak mampu secara hakiki atau sebenarnya mampu, tapi sangan berat baginya.[1]

           


[1] Syaikh Muhammad bin Shalih Al `Utsaimin, Ushul Fiqh, penerbit. Media Jidayah: Jogjakarta, thn: 2008, hal.131-134

Tidak ada komentar:

Posting Komentar